ARISAN HALAL ATAU HARAM?
Halo Assalamualaikum Bunda..
Perkenalkan saya kakak VarisQia ketemu lagi kita ^^
Bunda... Ini penjelasan soal arisan halal haram ya silahkan disimak ๐
Takut dosa itu sangat wajar sebagai manifestasi iman kita kepada Allah & berpegang teguh pada dien Islam, tetapi ada baiknya kita belajar dahulu tentang apa yang belum benar-benar kita fahami mengingat banyak sekali yang mencoba mengkaji ulang agar tidak tercampur hak dengan batil. Itu sangat baik namun dalam berIslam kita memiliki kaidah dimana tidak dibenarkannya berlebih-lebihan dalam hal agama, juga tidak dibenarkan menyepelekan hukum Agama. Islam adalah agama yang mudah & memudahkan. Tetapi bukan untuk dicari-cari pembenaran atas sesuatu yang jelas diharamkan ๐
Yuk coba kita kupas tentang seluk beluk arisan.
Ibnu Taimiyah selalu berpesan, tanyakanlah suatu masalah pada pakarnya begitu juga yang di contohkan sahabat serta salafusshalih. Artinya, tidak semua orang yang berkapasitas dalam agama memiliki kemampuan untuk menentukan status hukum. Contohnya dalam kaidah muamalah yang merupakan ibadah fleksible atau mengikuti perkembangan zaman tanpa keluar dari koridornya.
Ustadz dengan mufti tentu memiliki kapasitas yang berbeda. Ahli ibadah berbeda dengan ahli muamalah. Itulah yang harus kita fahami. Bagi seorang ahli ibadah, membunuh seekor nyamuk bisa menjadi suatu kejahatan karena hatinya yang sangat lembut, tetapi bagi ahli hukum fiqh akan berbeda hukumnya dilihat dari kedudukan si nyamuk. Sebab itu tanyakan sesuatu pada tempatnya.
Dalam muamalah, ada yang disebut kaidah fiqh, apa itu kaidah fiqh? Yaitu kaidah yang dipakai sebagai cikal baka dasar untuk memproses suatu formula hukum syari'at. Kenapa disebut formula hukum syari'at? Karena ada proses dalam penentuan hukum yaitu dikembalikan pada kaidah asalnya.
Kaidah muamalah adalah
Alashlu fi muamalati ibahah
Alashlu fi ibadati haromah
Inilah kaidah muamalah yang dipakai oleh sahabat & ulama di dunia. Artinya : "Segala bentuk hukum muamalah (ekonomi, sosial, politik, budaya) adalah BOLEH kecuali ada dalil yang melarangnya. Segala bentuk pembaharuan dalam ibadah adalah HARAM kecuali ada dalil yang membolehkannya.
Simplenya, dalam kehidupan muamalat seperti jual beli, politik, sosial, ekonomi dan budaya itu apapun boleh dilakukan kecuali ada dalil yang melarang. Sedangkan dalam hal ibadah (shalat, zakat, puasa, haji, takdir) itu haram dilakukan pembaruan kecuali ada dalil yang membolehkan
Faham ya?
Yuk kita lanjut...
Kita akan fokus pada pembahasan muamalah saja, yaitu bisnis ekonomi-Arisan.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, Muamalah-Bisnis adalah perkara sosial yang mengalami perubahan bentuk & waktu, maka dalam menentukan hukumnya harus kembali dahulu ke asal hukum dari transaksi tersebut.
Transaksi muamalah akan menjadi haram jika ada 7 indikasi transaksi yang dilarang yaitu:
7 Transaksi tersebut:
1. Riba
2. Tadlis (penipuan)
3. Judi (maisyir)
4. Gharar (ketidak jelasan termasuk 2 harga tanpa kesepakatan akad diawal)
5. Bai najasy (Rekayasa supply)
6. Ikhtikar (Rekayasa demand)
7. Risywah (suap)
7 transaksi ini adalah hasil ijtihad jumhur ulama (kesepakatan sebagian besar ulama yang di nukil dari hadis dan dalil, jadi Bunda-bunda, dalam menukil hadis dan dalil pun ada tata caranya tidak bisa di tarjim/diartikan tanpa ilmu. Karena dalam menafsirkan hadis dan dalil ada ilmunya.
Harus faham riwayat asbabunnuzul (sebab turunnya ayat) yang akan menjadi pijakan dalam menetapkan hukum sesuai contoh kasus yang terjadi pada saat ayat tersebut turun.
Serta, asbabul wurud (sebab turunnya hadis) sehingga untuk menentukan hukum tidak bisa dengan ilmu tafsir saja. Hak kuasa menentukan hukum hanya diserahkan pada Mujtahid (bukan Mujahid) yang mampu berijtihad (menentukan hukum) status Mujtahid sudah pasti lebih tinggi dari ulama, kiayi atau ustadz dan mujahid karena syarat menjadi Mujtahid itu besar dan berat jadi hasil jumhur ulama adalah hasil yang tidak perlu diragukan. Maka belajar fiqh muamalah bukan pada ulama atau ustadz biasa yang pemahamannya terbatas. Hukum mualamah sangatlah spesifik. Kapasitas mereka hanya menyampaikan hasil jumhur ulama yang telah teruji bukan menentukan hukum kembali, karena semua transaksi dalam islam telah dikaji tuntas semua kasus transaksi pernah terjadi di masyarakat pada ribuan abad lalu dan bukan hal baru, hanya saat ini era-nya digital, ada kebingungan jika orang tidak faham kaidah fiqh muamalah seolah-olah itu hal baru. sebab itu segala transaksi harus dikembalikan dulu pada asal muasal hukumnya tidak langsung dihukumi tanpa mendeteksi asal hukum transaksinya dahulu.
Ustad yang mengalami kebingungan akan mengaitkan hukum transaksi hutang bersama jual beli, menyambungkan ayatnya padahal itu bukan jalurnya atau tidak linier. Karena tidak faham mata rantai dasar hukum fiqhnya.
Karena itu, ayat jual beli cukup unik redaksinya "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkn riba" karena banyak yang terjebak jual beli disamakan dengan riba dan seolah-olah jual beli itu hanya seputar cash, harga sama dan banyak larangannya.
Jangan terjebak dengan banyaknya kutipan hadis dan dalil karena ada tata cara menafsirkannya dan itu bukan tugas orang awam. Kita cukup mempelajari hukum mualamah yang merupakan fardhu kifayah yang sudah dikaji ribuan tahun, fiqh kotemporer hanya menyadur kasus-kasus terdahulu dengan model era digital saat ini.
Lalu Apa asal dari hukum arisan barang?
Pinjam?
Jual beli?
Kredit?
Orang yang bingung dan belum faham akan menyamakan arisan dengan hutang, judi atau pinjam. Seolah-olah sama. Mari kita lihat asal hukumnya dahulu.
Banyak orang yang belum faham disini akan terjebak, tidak jarang juga orang menyebutnya dua transaksi atau dua akad.
Bagaimana cara mengetahui asal hukumnya? Yaitu dilihat dari aktifitasnya.
- Arisan barang diadakan oleh penjual/pemilik barang untuk ๐
- pembeli yang belum mampu membayar cash,
- tetapi untuk menghindari pembayaran macet si penjual juga menghindari kredit/cicil dengan cara memutar uang konsumen dengan sistem arisan (gotong royong)
- Transaksi ini masuk kedalam jenis jual beli karena terjadi pertukaran uang dengan barang, bukan uang dengan uang atau barang sejenis sehingga tidak disifati pinjam.
Sama seperti minuman air yang dicampur sirup, pada dasarnya kandungan dasarnya adalah air yang dicampur pemanis bukan arak. Karena berbahan dasar air dan tidak dicampur bahan haram maka halal untuk diminum.
Karena transaksi jual beli dan tidak bercampur denda atau perubahan harga ditengah diluar akad maka halal untuk dilakukan karena terbebas dari riba.
Jadi, asal hukumnya adalah JUAL BELI bukan pinjam, judi apalagi taruhan. Arisan barang itu akadnya jual beli, hanya prosedurnya di atur. Kecuali arisan uang, tidak dibenarkan bertambah atau berkurang dari nilai pokok setoran karena akan terjadi riba. Sebab sifat arisan uang adalah saving/menabung berjamaah saling tolong menolong bukan jual beli maka nilainya tidak boleh bertambah atau berkurang.
Arisan = Judi/Undian
Tidak ada sifat-sifat judi atau yang disebut undian dalam transaksi arisan barang, karena undian itu untung-untungan. Peserta undian tidak menyumbang apapun hanya mengundi nasib siapa yang dapat/untung maka bisa dikategorikan sebagai sifat taruhan. Contoh undian berhadiah.
Judi adalah bertaruh harta ada yang menang dan ada yang kalah.
Sementara dalam arisan tidak ada menang atau kalah tetapi bergilir. Kocokan itu bukan sifat judi/undian, itu hanya sistem/cara. Karena semua peserta arisan ikut gotong royong bersama saling membantu pembayaran.
Arisan = Kredit
Seperti apa sih sifat transaksi kredit?
Yaitu pembeli membeli barang dengan cara cicil, barang diterima diawal dan pembayaran disepakati nominal serta waktunya. Sedangkan arisan tidak memiliki sifat sistem kredit, barang dibeli dengan sistem gotongroyong dan dari semua peserta tidak ada satupun yang membayar cash. Barang diterima sesuai jadwal menang.
Arisan = Pinjam
Arisan bukan sistem pinjam tetapi jual beli. Hanya prosedurnya diatur.
Cara mengkaji muamalah adalah kembali ke hukum awalnya dulu, transaksi itu dasar hukumnya apa.
Karena dalam arisan barang terjadi pertukaran uang dengan barang dan ini sifatnya beli bukan pinjam๐
Itu hukum dasarnya.
Karena akad pinjam tidak ada 2 akad timbal balik, pinjam itu bisa uang saja atau barang saja.
Kalau pertukaran uang dan barang itu namanya BELI
Hanya, dalam sistem arisan di buat gotong royong. Semua anggota tahu bahwa mereka saling tolong menolong untuk mendapatkan/membeli barang yang diinginkan dan tidak ada satupun yang menyetorkan uang dengan nilai lebih banyak, semua menyetorkan nilai uang yang sama setiap bulannya hanya ada yang dapat barang lebih dulu dan ada yang di akhir. Tidak ada yang membayar cash
Pinjam dan beli adalah dua hal berbeda. ayatnya jelas Jika kamu bertransaksi secara tidak TUNAI maka catatlah QS. Albaqarah.
Pinjam itu hanya dari satu pihak yang meminjamkan barang/uang dan tidak mendapat apapun sampai si peminjam membayar hutangnya atau mengembalikan pinjamannya, sementara dalam arisan tidak ada peserta yang hanya meminjamkan uang, semuanya murni peserta arisan yang ikut membeli produk dengan sistem gotong royong.
Jadi, bukan arisannya yang di fatwa kan haram tapi aktifitas transaksinya, jadi tidak bisa dipukul rata bahwa arisan itu haram, dilihat terlebih dulu akadnya, transaksinya baru dihukumi.
Kapan transaksi menjadi haram?
Yaitu jika ada 7 indikasi penyakit/illat dalam transaksi tersebut. Jika dalam suatu transaksi ada salah satu dari 7 indikasi ini maka disifati haram
Sudah saya sebutkan tadi diatas ya, saya ulangi:
1. Riba
2. Tadlis (penipuan)
3. Judi (maisyir)
4. Gharar (ketidak jelasan termasuk 2 harga tanpa kesepakatan akad diawal)
5. Bai najasy (Rekayasa supply)
6. Ikhtikar (Rekayasa demand)
7. Risywah (suap)
Maka syarat agar transaksi halal tidak boleh terindikasi 7 larangan diatas.
1. RIBA. Tidak boleh ada denda, nilai tidak berubah ditengah-tengah, harus disepakati diawal antara harga cash dengan arisan jangan berpisah akad sebelum adanya kejelasan harga (ini poin agar transaksi tidak mengandung riba)
2. TADLIS Tidak mengandung unsur penipuan (spek barang dan harga sesuai dengan kesepakatan bersama di awal/akad)
3. JUDI. Tidak mengandung untung-untungan (yang menang dapat barang, yang kalah tidak dapat apa-apa)
4. GHARAR. Akadnya harus jelas harga, ketentuan, kualitas barang, spesifikasi produk, masa transaksi dll, (agar tidak terjadi gharar)
5. BAI NAJASY. Tidak ada rekayasa produksi
6. IKHTIKAR Tidak ada rekayasa order
7. RISYWAH Tidak ada unsur suap (ingin didahulukan menang arisan lalu membayar sejumlah uang agar diwujudkan atau memberi hadiah tertentu agar dimuluskan keinginanya yang seharusnya antri sesuai akad ketentuan)
๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ
ARISAN HARAM KARENA BISA MENIMBULKAN HUTANG
Kekhawatiran menimbulkan hutang itu memang suatu sikap kehati-hatian dalam islam yang sangat di anjurkan. Tetapi tentu saja tidak memengaruhi hukumnya. Bukan hanya arisan yang bisa menimbulkan hutang, setiap transaksi jual beli non cash memiliki resiko hutang, untuk menghindari hutang maka harus dibuat sistem yang tepat. Pada dasarnya jika seorang individu bermental hutang setiap transaksi akan beresiko menjadi hutang.
Jadi, arisan tidak haram hanya karena memiliki resiko hutang, karena hutang terjadi sebab tidak amanah bukan sebab terlarangnya suatu transaksi. Maka kehati-hatian adalah sifatnya bukan dihukumi haram.
Dalam menentukan hukum muamalah tidak bisa dilihat dari sebagian saja karena harus memperhatikan asbabul wurud & asbbunnuzul (sebab turunnya ayat & hadis). Ada polanya & itu diatur dalam kidah fiqh muamalah.
Berbeda itu boleh karena rahmat & sudah ada masing-masing imam madzhab yang bisa kita ikuti, tetapi jangan membenarkan faham sendiri lalu mendiskreditkan yang lainnya.
HARGA CASH, ARISAN & CICIL BERBEDA ITU HARAM
Menurut jumhur ulama berdasarkan kajian dalil & hadis yang disebut haram adalah jika kasusnya seperti ini:
Contoh...
- Bund.. Saya mu donk kimulnya,
+ boleh bund 850rb ya...
Beberapa hari kemudian...
- Bund kimulnya jadi ya tapi saya bayar cicil
+ loh kalau cicil jadinya 1jt Bund
*Nah ini tidak boleh, harus ada kesepakatan akad yang jelas diawal kredit atau cash*
- Bund saya mau kimulnya ya..
+ Boleh Bund, cash 850 ya, kredit atau arisan 1jt
- Oke Bund, nanti saya pikirkan mau cash atau kredit..
Beberapa hari kemudia.
- Bund saya jadinya arisan ya..
+ Iya boleh..
*Berapa akad yang terjadi? Hanya 1 yaitu kredit, tidak pernah ada 2 akad dalam 1 transaksi karena pada dasarnya pembeli & penjual hanya menyepakati satu harga* maka akad itu harus jelas dari awal.
Mungkin terkesan sepele tapi dalam muamalah, akad adalah ujung tombak suatu transaksi, sama seperti orang menikah.. Hanya dengan kata-kata *ijab qabul* - saya nikahkan.. & saya terima nikahnya- dua orang haram menjadi halal.
Harga berbeda akan menjadi riba jika pembeli dan penjual berpisah sebelum terjadi kesepakatan akad.
Contoh :
Cash 5,2jt
Cicil 6jt
Arisan 5,5
Dia akan menjadi riba dengan kasus seperti ini:
Harga 5,2jt
Ada customer yang ingin membeli tapi belum ada kesepakatan apakah cash, kredit atau arisan. Karena penjual hanya menginfokan harga 5,2jt
Esoknya..
Akhirnya sipembeli mengabari: "oke bund saya mau bobiebednya kredit ya"
Sipenjual menjawab
"loh kalau kredit 6jt bund"
Nah, ini tidak boleh karena ada perubahan harga setelah ada kesepakatan akan order.
Jadi tentukan harga sejak awal dengan jelas berapa cash, kredit dan arisan karena ketiga transaksi ini memiliki resiko dan teknis pembayaran yang berbeda. Jangan merubah harga setelah terjadi akad, karena harga kelebihan diluar akad itu riba dan dalam 1 transaksi hanya boleh 1 akad dan 1 harga yg disepakati. Cicilkah, arisankah atau cash-kah.
Jika harga cash, cicil & arisan berbeda maka hanya salah satu harga yang boleh disepakati dan harga harus jelas dari awal sehingga tidak ada perubahan setelah transaksi terjadi.
Contoh:
Cash/Arisan 5,2jt
Cicil 6jt
BAGAIMANA JIKA KASUSNYA SEPERTI INI?
Akadnya cicil 6jt, tapi dipertengahan ingin dilunasi.
Maka, hanya 1 harga yang disepakati yaitu harga akad di awal jangan sampai terjadi perubahan harga dengan alasan cash/dilunasi.
Bagaimana jika cust. Meminta diskon karena akan dilunasi? Sampikan ke customer bahwa jika merujuk pada hukum fiqh muamalat harga harus sesuai kesepakatan awal agar tidak terjadi riba. Kita bisa saja merubah diskon itu menjadi sedekah kita, akan tetapi kita harus menyampaikannya dalam bentuk kalimat (akad yang lengkap)
Dalam buku-buku fiqh kontemporer hanya mensinkronkan antara kasus jaman dulu dengan sekarang. Peradaban manusia sudah hidup ribuan abad yg lalu, yang terjadi saat ini bukanlah hal baru, semua kasus pernah terjadi dari masa ke masa dan sudah ditentukan jaidah fiqhnya hanya wawasan kita tidak mencakup seluas itu. Sebab itu bertanyalah selalu pada pakarnya atau minimal yang mengusai. Karena mengambil dalil & hadis sepatah-patah itu bukan karakteristik ahlussunnah yang dicontohkan sahabat & para ulama. Mereka sangat hati2 dalam menentukan hukum.
Wallohualam kebenaran hanya milik Allah..
Alhamdulillaah sudah ya Bunda.. Jangan malas baca loh karena membaca itu jendela dunia hehe..
Sampai ketemu lagi ^^
Wassalaamu'alaikum..
Komentar
Posting Komentar